Selasa, 16 Mei 2017

Weliben weya

free stats

Kisah Kerukunan Papua di Warung Bakso Yogya Tolikara

SENIN, 04 JANUARI 2016 | 18:30 WIB
Kisah Kerukunan Papua di Warung Bakso Yogya Tolikara
Ilustrasi Kota Karubaga, Kabupaten Tolikara, Papua, awal Desember 2014. TEMPO/Cunding Levi
TEMPO.COKarubaga-Rumah berpondasi batu dan berdinding papan dengan atap  warna biru mengingatkan  Tempo pada honai, rumah tradisional rakyat Papua.  Rumah itu berdiri tepat di pertigaan jalan masuk Karubaga, ibu kota Kabupaten Tolikara, Papua . Di depan rumah  itu tegak berdiri papan peta Kabupaten Tolikara .

Di seberangnya, papan penunjuk arah  dengan panah lurus bertuliskan  Kabupaten Puncak Jaya, dan arah panah ke kanan bertuliskan Karubaga, 0 Km.  












Taksi yang ditumpangi Tempo berbelok ke arah kanan memasuki kota Karubaga. Hujan semakin deras pada Jumat, 11 Desember 2015 sore. Dari satu tebing , tampak susunan rumah warga berdiri di pebukitan dan lembah.  Lapangan pacu bandara Karubaga sepi, tak ada pesawat yang parkir.

SIMAK: Susuri Papua Via Wamena-Tolikara: Preman Terminal Berkuasa)
Pegunungan menjulang tinggi seperti benteng yang melindungi Tolikara . Tolikara berada di ketinggian sekitar 3.000 kaki dari atas permukaan laut.  “Jika lihat peta Papua, letak Tolikara itu tepat di tengah pulau Papua. Tolikara itu jantungnya Papua,” kata Kepala bagian Humas Pemda Tolikara, Derwes Djigwa saat bertemu Tempo.

Ini kedua kalinya Tempo berkunjung ke Tolikara. Sebelumnya  pada 17 Juli 2015, ketika itu  Tolikara diguncang aksi protes para peserta Kebaktian dan Kebangunan Rohani internasional yang diadakan oleh Gereja Injili di Indonesia (GIDI). Para peserta memprotes  penggunaan alat pengeras suara saat shalat Id di halaman Koramil 1702-11 Karubaga. Protes  berujung pada penembakan ke arah pemrotes  dan 60 rumah toko (ruko) dibakar.  Dalam penembakan aparat Polres Tolikara, 1 orang tewas dan 11 orang terluka.










Menurut  pengurus GIDI Tolikara yang diwawancarai Tempo pada 19 Juli lalu, sudah disepakati kedua umat berbeda agama ini menjalankan kegiatannya secara bersama-sama, saling menjaga dan menghormati kegiatan masing-masing. Untuk itu, sholat Id disepakati tidak menggunakan alat pengeras suara.  Dan, sebelumnya pun, menurut Derwes, sholat Id tidak menggunakan pengeras suara.

Suasana  menyambut Natal  terasa sekali di Karubaga pada Jumat sore pekan kedua Desember 2015.  Rumah-rumah warga dihiasi aksesoris Natal .  Orang-orang muda sedang merayakan  Natal ketika Tempo memasuki halaman Villa Melanesia . Villa ini merupakan satu dari tiga penginapan yang tersedia di Tolikara yang pemiliknya warga Papua asal Tolikara.  










Dengan mengendarai sepeda motor, Tempo menyusuri  keramaian di kota Karubaga yang berada di dataran rendah. Jaraknya sekitar 500 meter dari Villa Melanesia.   Warung-warung sembako dan warung makanan masih ramai dikunjungi pembeli meski  jam menunjukkan pukul  7 malam. Orang-orang bebas berjalan kaki dan bercengkerama di pinggir jalan . Mereka mengenakan baju hangat karena malam itu suhu udara cukup membuat Tempo menggigil, gigi gemerak.

Keesokan harinya Tempo diberitahu oleh Nico Hisage, supir taksi dengan rute Wamena-Tolikara, suhu udara di Tolikara pada Jumat malam, 11 Desember 2015 berkisar 10-12 derajat Celsius. 

Melawan dingin dan perut lapar, Tempo memesan bakso dan nasi soto ayam di warung makan bakso Yogya yang dikelola para pendatang dari Jawa Tengah.  Menurut  Hosim, yang melayani para pembeli , warung bakso Yogya sudah ada di Tolikara sejak tahun 2008. Letaknya di kawasan Giling Batu, ujung landasan pacu bandara Karubaga. Namun, saat pecah rusuh pada 17 Juli 2015 __ saat itu umat Muslim merayakan Idul Fitri __ warung ditutup. “Mereka mengungsi karena takut , biasanya mereka sementara tinggal di Wamena,” kata Derwes menjelaskan.

Sejumlah pembeli semakin ramai malam itu. Dua wanita, satu berhijab, dengan dialek Jawa bercampur Papua menyapa para pembeli. Warga Papua asli  yang sedang menikmati makan malam menyapa balik dengan senyuman lebar. Seorang  pria  Papua  usia 50-an melontarkan  lawakan yang mengundang tawa para pembeli.  

Beberapa menit kemudian, dua aparat polisi berpakaian sipil memesan makanan . Mereka memilih semeja dengan dua remaja pria Papua yang sedang lahap memakan bakso dan nasi campur. Mereka saling tersenyum, meski tanpa berbicara.  Mereka asyik melahap makanannya.

Di warung bakso Yogya warga pendatang dan Papua saling bertukar informasi tentang apa saja.  Mereka juga tahu jika ada pembeli yang sudah lama tak kelihatan di Karubaga. “Kemana saja, kamu. Lama tak kelihatan ya?” kata Derwes kepada Agus, seorang pelayan yang saat itu asyik menikmati makan malamnya. “Pulang kampung, Pak. Nikah,” ujarnya tersenyum.

Perut kenyang, Tempo bergegas menyusuri kota Karubaga. Dari kawasan Giling Batu, Tempo menyaksikan toko pakaian, sepatu dan bengkel motor masih buka. Para pedagang mengobrol sambil menunggu pembeli.

Berputar ke arah Koramil 1702-11 Karubaga, sebuah  masjid berukuran sekitar 12 x 12 meter persegi berdiri di sebelah kantor Koramil. Masjid ini menggantikan mushola yang dilalap api saat rusuh pada 17 Juli 2015 karena letaknya bergandengan dengan ruko-ruko.







Cahaya lampu listrik menerangi masjid yang masih dalam tahap pembangunan akhir.  Sedangkan di atas lahan bekas mushola yang dilalap api tampak berdiri bangunan permanen yang sedang dibangun. “Bangunan itu nanti jadi kantor distrik (kecamatan) Karubaga,” kata Derwes.

Malam semakin larut. Tempo bergegas kembali ke penginapan di Villa Melanesia yang letaknya di atas bukit. Sesaat Tempo teringat  untuk mencari tempat hiburan  malam di Tolikara seperti karaoke, bioskop atau taman bermain.  Suasana Karubaga begitu sepi di akhir pekan. Derwes mendadak tertawa  keras. “Tidak ada bioskop dan karaoke di Tolikara. Gereja (GIDI) melarang ada bioskop dan karaoke di Tolikara. Warga diimbau bermain bersama keluarga dan tetangga.”  

Tolikara  sepi malam itu, namun tak lagi mencekam  seperti  tujuh bulan lalu saat Tolikara diguncang konflik berdarah yang membuat  warga ketakutan  lalu mengungsi  ke luar kota, bahkan ada yang lari masuk hutan. 

MARIA RITA

Komentar

Baca Juga


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

motivasi

Di dalam hati dan juga langkah kakiku tercipta sebuah impian untuk mewujudkan harapan dari orang yang menanti diriku. Mungkin saya s...